Apa itu PKPU ?

PKPU adalah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Adapun Menurut pendapat ahli  Munir Fuady, kepanjangan PKPU ini memiliki arti yaitu suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa tersebut kepada pihak kreditor dan debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut.

Tujuan PKPU ini adalah untuk memungkinkan seseorang untuk melanjutkan usahanya meskipun ada kesukaran pembayaran dan untuk menghindari kepailitan.

Pengertian PKPU

Kami telah merangkum Pengertian dari PKPU berdasarkan pendapat beberapa ahli antara lain :

Menurut Kartini Mulyadi, pengertian dari kepanjangan PKPU adalah pemberian kesempatan kepada debitor untuk melakukan restrukturisasi utangnya baik yang meliputi pembayaran seluruh utang atau sebagain utangnya kepada kreditor konkuren. Apabila hal tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka pada akhirnya debitor tetap dapat meneruskan usahanya.

Kemudian Fred B.G. Tumbuan berpendapat bahwa PKPU bukan keadaan di mana debitor tidak mampu membayar utangnya atau insolven. PKPU adalah wahana Juridis-Ekonomis yang disediakan bagi debitor untuk menyelesaikan kesulitan finansial agar dapat melanjutkan kehidupannya.

Sutan Remy Sjahdeini menjelaskan bahwa PKPU adalah upaya yang dilakukan debitor untuk mengindarkan dari kepailitan atau upaya untuk terhindar dari likuidasi harta kekayaan ketika debitor telah atau akan berada dalam keadaan insolven.

PKPU dalam Undang-Undang

Kepanjangan PKPU adalah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dikutip dari laman dspace.uii.ac.id, ketentuan yang menjelaskan tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diatur dalam BAB III Pasal 222 hingga Pasal 294 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban dan Pembayaran Utang.

Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa adanya PKPU yaitu sebagai suatu tawaran pembayaran utang bagi debitor kepada kreditor, baik dibayarkan sebagian atau seluruhnya agar dapat menyelesaikan sengketa kepailitan. Oleh sebab itu tujuan PKPU berbeda dengan tujuan kepailitan.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tidak menyatakan secara jelas dan eksplisit mengenai pengertian dari kepanjangan PKPU. Namun, di dalam undang-undang tersebut hanya menjelaskan tentang pengajuan PKPU yang berbunyi:

  1. Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnyayang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang,dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagianatau seluruh utang kepada Kreditor.
  2. Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudahjatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputitawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya.

Perdamaian dalam PKPU

Adanya putusan PKPU dimaksudkan agar pihak debitor memiliki kesempatan untuk membuat rencana perdamaian dengan pihak kreditor. Rencana perdamaian dalam PKPU ini dilakukan dengan mengadakan restrukturisasi utang, baik untuk seluruh maupun sebagian utang.

Perdamaian sendiri merupakan elemen yang paling esensial sekaligus tujuan dalam suatu PKPU. Oleh karena itu, tidak ada gunanya apabila para pihak yang terlibat tidak bersungguh-sungguh melaksanakan perdamaian saat melakukan PKPU.

Terdapat perbedaan antara perdamaian dalam kepailitan dan perdamaian dalam PKPU, yaitu:

  • dari segi waktu, perdamaian pada PKPU diajukan di saat atau setelah permohonan PKPU; sedangkan perdamaian pada kepailitan diajukan setelah ada putusan pailit terhadap debitor dari hakim.
  • dari segi pembicaraan (penyelesaian), perdamaian pada PKPU dilakukan pada sidang pengadilan yang memeriksa permohonan PKPU; sedangkan perdamaian pada kepailitan dibicarakan pada saat verifikasi setelah putusan kepailitan.
  • dari segi syarat penerimaan perdamaian, pada PKPU harus disetujui lebih dari setengah jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir pada rapat kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kred itor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut ; dan disetujui lebih dari setengah jumlah Kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan at as kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan dari Kreditor tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut. Sedangkan perdamaian pada kepailitan harus disetujui oleh lebih da ri setengah jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam rapat dan yang haknya diakui atau yang untuk sementara diakui, yang mewakili paling sedikit 2/3 dari jumlah seluruh piutang konkuren yang diakui atau yang untuk sementara diakui dari kred itor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.
  • dari segi kekuatan mengikat, perdamaian pada PKPU berlaku pada semua kreditor (baik konkuren maupun preferen); sedangkan perdamaian pada kepailitan hanya berlaku bagi kreditor konkuren.

Berakhirnya PKPU

PKPU dapat diakhiri baik atas permintaan Hakim Pengawas, satu atau lebih Kreditor, atau atas prakarsa Pengadilan dalam hal:

  • Debitor, selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya,
  • Debitor telah merugikan atau telah mencoba merugikan kreditornya,
  • Debitor melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 240 ayat (1),
  • Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya oleh Pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan, atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang disyaratkan oleh pengurus demi kepentingan harta Debitor,
  • Selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, keadaan harta Debitor ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya penundaan kewajiban pembayaran utang,
  • Keadaan Debitor tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya terhadap Kreditor pada waktunya.