Mediasi dalam kasus perceraian di Pengadilan Agama berfungsi sebagai upaya untuk mendamaikan pasangan suami istri sebelum putusan cerai dijatuhkan oleh hakim menurut Pengacara Rindo Manurung SH selaku praktisi Hukum yang berkarir dikota Batam menjelaskan mediasi memuat tujuannya  untuk:

  1. Mengupayakan Perdamaian: Mempertemukan suami istri untuk mendiskusikan kembali masalah mereka dengan bantuan mediator. Jika memungkinkan, mediasi bertujuan untuk mencegah perceraian dan menyelamatkan pernikahan.
  2. Menyederhanakan Proses Perceraian: Jika perdamaian tidak tercapai, mediasi membantu para pihak mencapai kesepakatan terkait hak asuh anak, pembagian harta bersama, dan nafkah. Ini mempercepat proses peradilan karena sebagian besar masalah sudah diselesaikan dalam mediasi.
  3. Mengurangi Dampak Psikologis: Proses perceraian bisa sangat emosional. Mediasi memberikan ruang untuk menyelesaikan masalah secara lebih tenang dan mengurangi dampak psikologis negatif pada kedua belah pihak dan anak-anak.

Dasar Hukum Mediasi dalam Kasus Perceraian

  1. Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan No. 50 Tahun 2009):
    • Menyatakan bahwa Pengadilan Agama memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perkara yang melibatkan umat Islam, termasuk perceraian, dan dalam prosesnya, mediasi adalah bagian dari prosedur peradilan.
  2. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan:
    • Pasal 3 ayat (1) PERMA No. 1 Tahun 2016 menyatakan bahwa dalam setiap perkara perdata yang diajukan ke pengadilan, hakim wajib menunda persidangan terlebih dahulu untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menyelesaikan sengketa melalui mediasi.
  3. Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan:
    • Menyatakan bahwa perceraian harus dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan berusaha mendamaikan kedua belah pihak.

Hadis yang Menjelaskan Tentang Penyelesaian Sengketa dan Perceraian

Islam sangat menganjurkan penyelesaian masalah secara damai dan menghindari perceraian jika memungkinkan. Beberapa hadis yang relevan adalah:

  1. Hadis Riwayat Abu Dawud:

“Perdamaian itu diperbolehkan di antara kaum Muslimin kecuali perdamaian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.” (HR. Abu Dawud)

  1. Hadis Riwayat Bukhari:

“Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian.'” (HR. Abu Dawud)

Hadis ini menekankan pentingnya menjaga pernikahan dan menghindari perceraian kecuali jika benar-benar diperlukan.

Dampak dari Pihak yang Tidak Mau Menghadiri Mediasi

  1. Proses Peradilan Berlanjut: Jika salah satu pihak tidak hadir dalam mediasi tanpa alasan yang sah, proses mediasi dinyatakan gagal, dan perkara langsung dilanjutkan ke persidangan.
  2. Penilaian Hakim: Ketidakhadiran dalam mediasi dapat mempengaruhi penilaian hakim terhadap pihak yang tidak hadir. Sikap tidak kooperatif bisa memperburuk posisi dalam perkara, terutama terkait hak asuh anak dan pembagian harta.
  3. Sanksi Administratif: Sesuai dengan Pasal 22 ayat (3) PERMA No. 1 Tahun 2016, pihak yang tidak hadir dalam mediasi tanpa alasan yang sah dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda.
  4. Potensi Kerugian Sosial dan Psikologis: Menolak mediasi bisa memperpanjang proses perceraian dan meningkatkan ketegangan, yang berdampak negatif pada kondisi psikologis anak-anak dan hubungan sosial dengan keluarga besar.

Kesimpulan

Mediasi dalam kasus perceraian di Pengadilan Agama adalah bagian integral dari proses peradilan yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa secara damai. Dasar hukum yang kuat dan dukungan dari ajaran Islam menekankan pentingnya mediasi sebagai upaya untuk mempertahankan pernikahan atau, setidaknya, mengurangi konflik dalam proses perceraian. Ketidakhadiran dalam mediasi dapat menimbulkan dampak negatif yang mungkin akan berpengaruh terhadap putusan | Layanan Konsultasi : 082268687566