Bapak Sholihin, S.Ag., M.H. /Wakil Ketua PA. Pasarwajo

Latar Belakang Masalah

Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perosedur mediasi di Pengadilan (PERMA 1 Tahun 2016), menyatakan bahwa mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh Mediator, dalam Pasal 3 ayat (1) dinyatakan bahwa, setiap Hakim,      Mediator,  Para   Pihak   dan/atau          kuasa hukum wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui Mediasi. Dalam Pasal 6 ayat (1) disebutkan bahwa, para pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum.

Praktik mediasi di Pengadilan terkadang terdapat kendala dalam pelaksanaanya, hal ini terjadi karena kurangnya/ketidaksamaan pemahanan terhadap PERMA 1 Tahun 2016.

Disini penulis sedikit akan membahas praktik pelaksanaan PERMA 1 Tahun 2016, terutama bagi Hakim yang berperan sebagai Mediator atau Hakim pemeriksa perkara. Permasalahan yang akan penulis angkat yaitu berkenaan dengan akibat hukum pihak yang tidak beriktikad baik dalam Mediasi. Bahwa penulis pernah menemukan perkara yang mediatornya membuat laporan bahwa Penggugat tidak beriktikad baik karena tidak menghadiri secara langsung mediasi tetapi hanya diwakili oleh kuasanya berdasarkan surat kuasa istimewa, padahal ketidak hadiran Penggugat bukan karena alasan yang sah, namun berdasarkan laporan mediator tersebut majelis hakim yang menyidangkan perkara tetap melanjutkan pemeriksaan pokok perkara. Ada juga yang penulis temukan Mediator melaporkan mediasi tidak berhasil mencapai kesepakatan, padahal salah satu pihak tidak hadir secara langsung tetapi hanya diwakili oleh kuasanya, ketidak hadiran Penggugat juga bukan karena alasan yang sah.

Pembahasan

Dalam Pasal 6 PERMA 1 Tahun 2016 mewajibkan kepada para pihak menghadiri mediasi yaitu:

Para Piha kwajib menghadiri secara langsung pertemuan mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum.

Kehadiran Para Pihak melalui komunikasi audio visual jarak dianggap sebagai kehadiranlangsung.

Ketidakhadiran Para Pihak secara langsung dalam proses mediasi hanya dapat dilakukan berdasarkan alasan sah. Alasan sah meliputi antaralain:

kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir dalam pertemuan Mediasi berdasarkansurat keterangandokter;

di bawahpengampuan;

mempunyai tempat tinggal, kediaman atau kedudukan di luar negeri;atau

menjalankan tugas negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.

Pasal 7 ayat (1) PERMA 1 Tahun 2016 disebutkan bahwa, para pihak dan/atau kuasa hukumnya wajib menempuh Mediasi dengan iktikad baik. Adapun kriteria yang dapat dinyatakan tidak beriktikad baik dalam Pasal 7 ayat (2) adalah apabila salah satu pihak atau para pihak dan/atau kuasa hukumnya:

tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan Mediasi tanpa alasansah;

menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut- turut tanpa alasansah;

ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan Mediasi tanpa alasansah;

menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume Perkara pihak lain;dan/atau

tidak menandatangani konsep Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasansah.

Adapun akibat hukum bagi pihak yang tidak beriktikad baik adalah, sebagaimana tertulis dalam Pasal 22 sebagai berikut:

Apabila Penggugat dinyatakan tidak beriktikad baik dalam proses Mediasi gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara.

Penggugat yang dinyatakan tidak beriktikad baik dikenai pula kewajiban pembayaran biayamediasi.

Prosedur bagi pihak yang dinyatakan tidak beriktikad baik adalah sebagai berikut:

Mediator menyampaikan laporan penggugat yang tidak beriktikad baik kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai rekomendasi pengenaan biaya mediasi dan perhitungan besarannya dalam laporan ketidakberhasilan atau tidak dapat dilaksanakannya Mediasi.

Berdasarkan laporan Mediator tersebut Hakim Pemeriksa Perkara mengeluarkan putusan yang   merupakan   putusan akhir yang menyatakan gugatan   tidak dapat diterima disertai penghukuman pembayaran biaya mediasi dan biaya perkara.

Biaya mediasi sebagai penghukuman kepada penggugat dapat diambil dari panjar biaya perkara atau pembayaran tersendiri oleh penggugat dan diserahkan kepada tergugat melalui kepaniteraan Pengadilan.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, apabila ada pihak yang oleh Mediator dinyatakan tidak beriktikad baik, tentunya majelis hakim yang memeriksa pokok perkara tentunya harus menindak lanjuti sesuai dengan aturan yang ada dalam PERMA 1 Tahun 2016. Bagi Hakim yang menjadi mediator tentunya harus melaporkan hasil mediasi juga harus mengacu pada PERMA 1 Tahun 2016.

Kesimpulan dan Saran

Dalam hal ini penulis berkesimpulan bahwa hakim dalam pelaksanaannya sebagai Mediator atau sebagai pemeriksa perkara perlu mamatuhi secara konsisten aturan yang ada dalam PERMA 1 Tahun 2016. Saran penulis perlu adanya pengingat bagi para hakim baik sebagai Mediator atau pemeriksa perkara agar selalu melaksanakan PERMA 1 Tahun 2016 secara konsisten, baik melalui pelatihan-pelatihan ataupun diskusi. Disinilah terlihat urgensi dan signifikansi penerapan mediasi di Pengadilan.

Sumber Tulisan:

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perosedur mediasi di Pengadilan.